PENTINGNYA KONSEP PEMASARAN

“Tanpa pelanggan, bisnis tidak akan berjalan”, demikian tulis seorang pengarang buku panduan bisnis, John Rosthorn, dalam bukunya The Business Action Kit.

Nampaknya ia ingin meyakinkan pada para pengusaha atau pemegang keputusan di suatu perusahaan bahwa Pelanggan/Costumer benar-benar telah menduduki posisi yang sedemikian penting dari serangkaian proses kegiatan bisnis dewasa ini.

Pandangan tersebut diatas rasanya tidaklah terlalu berlebihan. Kita tahu bahwa keuntungan perusahaan, yang juga merupakan kelangsungan hidupnya sendiri, sangat tergantung pada bagaimana sebuah perusahaan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelanggannya.

Konsep yang kedengarannya sederhana ini justru menjadi sangat rumit, bahkan (dalam banyak kasus) sulit dioperasikan ketika sebuah perusahaan dihadapkan pada pengenalan pola perilaku konsumen dengan segala perubahan-perubahannya. Dengan kata lain, sebuah perusahaan akan dapat memenuhi kebutuhan pelanggannya hanya jika perusahaan tersebut telah mengenali pola perilaku atau karakteristik konsumennya. Hal ini erat kaitannya dengan sarana dan prasarana, sumber daya manusia, system informasi manajemen, dan system pengendalian yang dimiliki perusahaan tersebut.

Oleh karenanya, perencanaan secara komprehensif dan berkesinambungan perlu dilakukan agar seluruh aktifitas bisnisnya dapat bermuara pada sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh perusahaan secara optimal.

SEBUAH PERSEPSI TENTANG PEMASARAN

Ada banyak definisi tentang pemasaran yang sering kita jumpai. Namun dari sekian banyak definisi itu hampir semua memiliki persamaan dalam beberapa hal prinsip.
Eric Davies, seorang konsultan bisnis asal Inggris telah banyak menulis buku mengenai pemasaran ini. Ia mengemukakan dalam bukunya yang berjudul Succesful Marketing bahwa;
Disini ada tiga kata kunci yang perlu mendapat perhatian yaitu;
  1. Mengenali (Identifikasi),
  2. Memenuhi (Supply), dan
  3. Menguntungkan (Profitable).
Ketiga kata itu seolah menjadi semacam formula yang memiliki komposisi seimbang sehingga apabila terdapat kesalahan dalam meramu ketiga komponen tersebut maka efek yang dihasilkan menjadi kurang optimal.
Mengenali, berarti kita mencoba menemukan jawaban atas pertanyaan; Apa sebenarnya yang dibutuhkan konsumen dalam konteks pasar yang menjadi sasaran bisnis kita. Setelah jawaban ditemukan kemudian kita berupaya untuk memenuhinya dengan menggunakan strategi-strategi tertentu sehingga secara keseluruhan proses tersebut dapat mendatangkan keuntungan (benefit).

Persoalannya sekarang, perilaku konsumen ini memiliki pola yang cenderung berubah-ubah (bahkan seringkali tidak terduga) sehingga proses identifikasi-nya memerlukan kepakaan ekstra terhadap gejala-gejala perubahan yang mungkin terjadi.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi perubahan situasi pasar ini sehingga sebuah perusahaan dituntut memantau secara terus menerus keadaan pasar untuk kemudian mengantisipasinya.

Sebuah survey pernah dilakukan di Inggris dengan mengambil sampel (sekitar 1.700 perusahaan) berdasarkan orientasi dan pengaruhnya terhadap perkembangan bisnis masing-masing. Hasilnya, sebanyak 70% perusahaan yang melakukan pendekatan bisnisnya dengan menggunakan orientasi pemasaran mengalami peningkatan yang cukup pesat dibanding perusahaan yang menggunakan orientasi berbeda.

Ada sebuah ilustrasi menarik berkaitan dengan pendekatan bisnis ini yaitu ketika sebuah perusahaan menggunakan pendekatan bisnis yang berorientasi pada produk. Perusahaan ini terus meningkatkan produksinya tanpa memperhatikan kondisi pasar yang ada. Beberapa waktu kemudian perusahaan tersebut mendadak menghentikan produksinya dan memasang space iklan besar di perempatan jalan protokol dengan kata-kata ; “Kalian harus membeli produk kami!”. Tentu saja ini merupakan tindakan konyol bukan?

Beberapa contoh perubahan yang tak terduga dapat kita lihat beberapa waktu lalu ketika bisnis jasa telekomunikasi wartel (warung telekomunikasi) mengalami kondisi yang “mengenaskan” seiring dengan membanjirnya produk telepon selular (handphone). Contoh lain misalnya kaset dan CD baik film maupun musik yang sekarang ini mulai ditinggalkan konsumen. Orang lebih cenderung memilih men-download dari internet dengan hanya beberapa klik sana dan sini. Walaupun kadang illegal, namun itulah realitas yang ada.

Apakah bisnis warnet (warung internet) yang sempat booming juga akan mengalami nasib yang sama dengan wartel? Apa saja faktor-faktor yang mungkin dapat mempengaruhinya? Tentu saja jawaban atas pertanyaan tersebut memerlukan sebuah penelitian (survey) lebih lanjut.

Disunting Oleh: Sutrisno
Dari berbagai sumber
Share on Google Plus